KOMPETENSI SDM (SUMBER
DAYA MANUSIA) YANG ADA DI PERPUSTAKAAN
Disusun Oleh :
Mifta Hussa’adah
(13422065)
Dosen Pembimbing:
Nirmala, Dra
JURUSAN ILMU PERPUSTAKAAN
FAKULTAS ADAB DAN BUDAYA ISLAM
UNIVERSITAS
ISLAM NEGRI RADEN FATAH PALEMBANG
TAHUN 2015
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Globalisasi
telah membuat pasar-pasar yang baru, produk-produk baru, pemikiran atau ide
baru, kompetensi baru dan jalur pemikiran yng baru mengenai bisnis. Pada masa
yang akan datang, harus disadari bahwa SDM akan membutuhkan suatu model dan
proses untuk memperoleh kecakapan dalam dunia global, keefektifan dalam
bekerja, dan kemampuan dalam berkompetensi.
Kompetensi
yang harus dimiliki oleh SDM didalam sebuah organisasi baik bergerak dibidang
profit maupun nonprofit mempunyai kriteria-kritreia tertentu dalam penentuan
kompetensi SDM yang dijadikan patokan dalam perekrutan pegawai, begitu juga
dengan perpustakaan yang juga harus memiliki kriteria-kriteria yang dijadikan
landasan dalam perekrutan pegawai, oleh karena itu didalam makalah ini akan
dijelaskan kompetensi apa saja yang harus dimiliki oleh seorang pustakawan dan
pegawai/staf yang bekerja di perpustakaan.
B.
Rumusan
Masalah
1. Apa
yang dimaksud dengan kompetensi?
2. Apa
yang harus dipersiapkan dalam perekrutan SDM?
3. Mengapa
kompetensi menjadi patokan penting didalam dunia perpustakaan?
C.
Tujuan
Adapun
tujuan dibuatnya makalah ini yaitu memberikan pengetahuan mengenai kompetensi
apa saja yang harus dimiliki oleh SDM (Sumber daya Manusia) agar mampu
memberikan pelayanan yang prima dan memberikan kepuasan bagi para pemustaka, serta
memenuhi tugas dari dosen yang bersangkutan.
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
kompetensi dan SDM
Terdapat
dua kosa kata yang terkait kompetensi yaitu kompeten dan kompetensi. Dalam Longman Dictionary of Contempory English
(1995) Competence (a). the ability and skill to do what is needed, (b). the
special area of knoewledge, (c). a skill is needed to do a particular job. Sedangkan
kata Competent (a) having enough skill or
knowledge to do something to a satisfactory standard (b). a piece work,
performance, etc that is competent is satisfactory but not especially good.
Kata-kata “kompetensi” bermakna kewenangan (kekuasaan) untuk menentukan
(memutuskan) sesuatu. Sedangkan “kompeten” bermakna (a). Cakap (mengetahui);
(b). berwenang, berkuasa, (memutuskan, menentukan sesuatu).
Bambang Supriyo Utomo (2004), menyatakan,
bahwa kompetensi adalah kemampuan, pengetahuan dan keterampilan, sikap, nilai,
perilaku dan karakteristik seseorang yang diperlukan untuk melaksanakan
pekerjaan tertentu dengan tingkat kesuksesan secara optimal.[1]
Di dalam kompetensi ada model yang digunakan,
model kompetensi itu sendiri merupakan suatu cara bagaimana memetakan suatu sistem pemikiran
yang dapat memberi gambaran terintegrasi mengenai kompetensi, kaitannya dengan
strategi manajemen SDM. Dalam konteks strategi manajemen SDM tersebut terdapat
beberapa unsur terkait yakni:
a. Sistem rekruitmen dan seleksi,
b. Penempatan dan rencana suksesi,
c. Pengembangan karier,
d. Kompensasi.
a.
Sistem rekruitmen dan seleksi
Sistem rekrutmen yang berbasis
kompetensi biasanya memusatkan pada metode seleksi yang dapat digunakan untuk
memilih sejumlah calon dari populasi pelamar yang cukup besar secara cepat dan
efisien. Seleksi dalam proses rekrutmen memerlukan tantangan yang khusus,
seperti menseleksi dari jumlah pelamar dalam kurun waktu yang pendek. Oleh
karena itu sistem rekrutmen yang berbasis kompetensi perlu menekankan kepada
usaha mengindetifikasikan tiga kompetensi yang memenuhi kriteria seperti :
1. Kompetensi
yang telah dikembangkan dan diperlihatkan oleh pelamar dalam suatu pekerjaan
(misalnya : inisiatif)
2. Kompetensi
yang dapat memprediksi prospek keberhasilan calon pegawai jangka panjang dan
kompetensi tersebut sulit dikembangkan melalui training atau pengalaman kerja
(misalnya : Motivasi berprestasi)
3. Kompetensi
yang dapat dipercaya dengan menggunakan wawancara perilaku yang singkat dan
tertentu. Misalnya, jika kolaborasi tim leadership merupakan kompetensi yang
diinginkan, para pewancara dapat meminta calon menunjukkan kompetensi tersebut.
b.
Penempatan
dan rencana suksesi
Penetapan dan rencana suksesi berbasis
kompetensi memusatkan kepada usaha identifikasi calon yang dapat
memberikan nilai tambah pada suatu pekerjaan organisasi. Oleh karena
itu, sistem seleksi dan penetapan harus menekankan kepada identifikasi
kompetensi yang paling dibutuhkan bagi kepentingan suatu pekerjaan
tertentu. Usaha yaqng dilakukan adalah mengunakan sebanyak mungkin
sumber informasi tentang calon sehingga dapat ditentukan apakah calon
memiliki kompetensi yang dibutuhkan. Metode penilaian atas calon yang
dapat dilakukan melalui berbagai cara seperti wawancara perilaku (behavioral
event review) tes, simulasi lewat assesment centers, menelaah
laporan evaluasi kinerja atas penilaian atasan, teman sejawat dan
bawahan, calon pegawai direkomendasikan untuk promosi atau ditetapkan pada
suatu pekerjaan berdasarkan atas rangking dari total bobot skor
berdasarkan kriteria kompetensi.
c.
Pengembangan
Karier
Kebutuhan kompetensi untuk pengembangan
dan jalur karier akan menentukan dasar untuk pengembangan karyawan.
Karyawan yang dinilai lemah pada aspek kompetensi tertentu dapat diarahkan
untuk kegiatan pengembangan kompetensi tertentu sehingga diharapkan
dapat memperbaiki kinerjanya. Beberapa pilihan pengembangan kompetensi
termasuk pengalaman “ássessment center”, lembaga-lembaga training,
pemberian tugas-tugas pengembangan, mentor dan sebagainya. Proses
perolehan kompetensi (competency acquisition process) telah dikembangkan
untuk meningkatkan tingkat kompetensi yang meliputi:
1. Recognition;
suatu simulasi atau studi kasus yang memberikan kesempatan peserta untuk
mengenali satu atau lebih kompetensi yang dapat memprediksi individu berkinerja
tinggi di dalam pekerjaannya sehingga seseorang dapat belajar dari pengalaman
simulasi tersebut.
2. Understanding;
instruksi khusus termasuk modelling perilaku tentang apa itu kompetensi dan
bagaimana penerapan kompetensi tersebut.
3. Assessment;
umpan balik kepada peserta tentang berapa banyak kompetensi yang dimiliki
peserta (membandingkan skor peserta) .Cara ini dapat memotivasi peserta
mempelajari kompetensi sehingga mereka sadar adanya gap antara kinerja yang
aktual dan kinerja yang ideal.
4. Feedback;
suatu latihan dimana peserta dapat mempraktekkan kompetensi dan memperoleh
umpan balik bagaimana peserta dapat melaksanakan pekerjaan tertentu dibanding
dengan seseorang yang berkinerja tinggi.
5. Job
Application; peserta menetapkan tujuan dan
mengembangkan tindakan yang spesifik agar dapat menggunakan kompetensi di dalam
kehidupan nyata.
d.
Kompensasi
untuk Kompetensi dan Manajemen Kinerja
Sistem kompensasi yang didasarkan pada
keahlian secara ekplisit mengkaitkan reward terhadap pengembangan
keahlian. Cara ini sangat tepat untuk dilakukan apabila karyawan tidak
memiliki kontrol terhadap hasil-hasil kinerjanya Efektifitas
evaluasi kinerja tergantung pada ketepatan penggunaan masing-masing
bentuk data yang ditentukan sebagai sasaran suatu sistem dan tingkat
pengawasan atas kinerja karyawan untuk masing-masing variabel yang dinilai.
Data hasil kinerja biasanya digunakan untuk keputusan pemberian “reward”. Jika karyawan mempunyai
pengawasan yang bersifat individual atas hasil suatu pekerjaan
(misalnya, dalam kerja tim), maka reward hanya akan didasarkan atas
hasil tersebut. Hasil pekerjaan tersebut tentunya dapat mengakibatkan
demotivasi bagi individu yang berkinerja tinggi. Dalam hal ini beberapa
porsi “reward” harus didasarkan atas “job
behavior”. Data job behavior biasanya digunakan untuk
keputusan pengembangan skill individu. Misalnya, bagaimana evaluasi
terhadap kinerja manajer Y menunjukkan adanya kelemahan dalam aspek
Motivator , maka orang tersebut dapat disarankan untuk mengikuti
pelatihan Achievement Motivation Training (AMT) untuk mengembangkan
keahliannya.[2]
B.
Kompetensi profesional SDM global
Masalah
utama yang dianggap sebagai isu bisnis yang berkaitan dengan SDM Menurut
Schuler (Lina Anatan dan Lena Ellitan, 2007:3) antara lain mengelola SDM untuk
menciptakan kemampuan (kompetensi) SDM, mengelola diversitas tenaga kerja untuk
meraih keunggulan kompetitif, mengelola SDM untuk menghadapi globalisasi. Untuk
meningkatkan kompetensi SDM dalam proses tranformasi dilakukan aktifitas pengembangan yang
berhubungan dengan peran utama manajer SDM yang baru, yaitu:sebagai seorang
bisnis, pembentuk perubahan, konsultan bagi organisasi atau mitra kerja,
perumus dan pengimplementasi strategi, manajer bakat, minat, dan kepemimpinan,
dan sebagai manajer aset dan pengendalian biaya.
Tugas
utama manajer dalam kondisi tersebut
adalah mengarahkan dan mengatur program pelatihan, pendidikan dan pengembangan
SDM perlu diterapkan dalam perusahaan untuk meningkatkan kompetensi SDM yang
ada.
Kompetensi
global yang harus dimiliki untuk ekspartiat disajikan sebagai berikut:
1.
Keahlian berbahasa
Keahliaan
berbahasa merupakan syarat penting bagi seorang karyawan untuk bekerja dilingkungan
global. Minimal bahasa yang harus dikuasai adalah bahasa inggris. Dengan
kemampuan berbahasa yang baik dan dimengerti, akan terjadi proses komunikasi
yang efektif, sehingga akan menghindari
kesalahpahaman. Dengan pemahaman yang baik maka seluruh pekerjaan yang
didelegasikan akan mudah dipahamai, dan karyawan tersebut akan mudah bekerja
dan beradaptasi dengan demikian, kinerja dalam pekerjaan yang dilakukannya akan
tinggi.
2.
Intelegensi sosial
Kecerdasan
sosial diperlukan agar kita mudah untuk berbaur dan bersosialisasi dengan SDM
yang lain yang mungkin berbeda dengan kita. Dengan kecerdasan sosial yang baik,
maka seorang pekerja akan mampu melakukan proses berpikir logis dan
pengembalian keputusan yang baik dalam menempatkan dirinya dimasyarakat. Dengan
kecerdasan sosial yang baik, maka setiap karyawan yang mudah mempelajari budaya
dan nilai-nilai SDM multikultural yang ada.
3.
Kemampuan untuk
menghadapi konflik
Kemampuan
untuk menghadapi konflik untuk menghasilkan karyawan yang tangguh. Karena tidak
tertutup kemungkinan, akan selalu terjadi suatu konflik apabila pekerjaan yang
ada dalam perusahaan, merupakan karyawan multikultural yang memang memiliki
budaya dan nila-nilai yang berbeda. Disinilah kemampuan menghadapi konflik
menjadi sangat penting.
4.
Fleksibilitas
Akan
memudahkan karyawan untuk berbaur dengan lingkungan, baru dengan budaya nilai
baru yang dianut. Sehingga memudahkan karyawan untuk berbaur dengan karyawan
yang lainnya. Fleksibelitas akan menentukan pula sejauh mana seseorang karyawan
akan mampu menempatkan dirinya ditengah SDM
multikultural yang ada.
5.
Stabilitas emosi dan
adaptabilitas
Stabilitas
emosi yang baik akan menentukan tingkat adaptabilitas karyawan. Dengan stabilitas
yang baik, maka SDM multikultural akan mudah untuk berpikir menghasilkan yang
baik pula. Selain itu stabilitas emosi dan adaptabilitas yang baik akan
menentukan kualitas pergaulan SDM multikultural yang ada.
6.
Kemampuan untuk
mendengarkan dengan baik
Kemampuan
mendengarkan yang baik, merupakan salah satu dasar pergaulan yang baik. Dengan kemampuan
mendengar yang baik maka, setiap karyawan akan mampu bertindak sesuai dengan
pertimbangan yang baik. Kemampuan ini juga akan menjadikan tingkat sensitivitas
di antara SDM multikultural meningkat.
7.
Sensitivitas
Sensitivitas
merupakan salah satu unsur yang paling penting, karena akan mempermudah
pemahaman dan adaptasi dengan lingkungan kerja baru yang mungkin sebelumnya
belum pernah dialami.
8.
Perbedaan nilai
Perbedaan
nilai yang dianut akan menimbulkan potensi konflik apabila tidak diatasi dengan
sistematis dan cermat. Untuk itu, dibutuhkan kemampuan dan keterampilan dalam
mengelola isu perbedaan nilai yang dimiliki SDM multikultural.
9.
Kemampuan untuk mengerti
komunikasi non verbal
Komunikasi
non verbal akan mempermudah terjadinya tranformasi informasi antara SDM
multikultural. Untuk itu, kemampuan ini perlu dikelola dengan baik, untuk
memudahkan arus komunikasi dalam perusahaan.
10.
Kesadaran lintas budaya
Setiap
negara memiliki budaya dan nilai yang berbeda. Budaya atau nilai yang dianut
oleh seorang karyawan di negara tertentu, mungkin merupakan budaya yang dijauhi
di negara lain. Untuk itu, kesadaran lintas budaya menjadi penting untuk
dipahami oleh seorang karyawan, karena dengan pemahaman itulah, seorang
karyawan akan mudah untuk beradapatasi.[3]
C.
Kompetensi
SDM yang Ada di Perpustakaan
Perpustakaan
merupakan sebuah lembaga yang bergerak dalam bidang jasa dan informasi, dalam
menjalankan fungsinya harus didukung oleh sumber daya manusia yang profesional
dan memadai. Sumber daya manusia yang adapun menjadi tolok ukur keberhasilan
suatu perpustakaan dalam menjalankan visi dan misinya. Sumber daya manusia yang
merupakan tenaga perpustakaan terdiri dari Pustakawan, tenaga teknis
perpustakaan dan staf/tenaga admisnistrasi harus dilakukan pembinaan baik
mereka yang berada dilingkungan pemerintahan (pegawai negeri sipil) atau swasta
(pegawai swasta).
Keberhasilan
suatu perpustakaan diukur berdasarkan tinggi rendahnya kemampuan perpustakaan
tersebut dalam melaksanakan fungsinya dengan baik. Untuk keberhasilannya,
perpustakaan perlu dikelola oleh sejumlah tenaga pustakawan terdidik terampil
dan penuh pengertian tentang kebutuhan masyarakat baik material maupun
spiritual serta memiliki jiwa pengabdian yang tinggi.
Dengan
demikian di dalam suatu sistem pendidikan nasional yang berkesinambungan seumur
hidup, perpustakaan berperan secara tepat guna dan berdaya guna sebagai suatu
lembaga pendidikan dan non-formal dan sebagai sarana penunjang pendidikan
formal.
Sumber
daya manusia di perpustakaan merupakan salah satu faktor atau pilar yang sangat
penting. Oleh karena itu harus selalu dibina dan dikembangkan sesuai dengan
kebutuhan. Pembinaan dan pengembangan sumber daya manusia (human resources) di perpustakaan harus dilakukan secara terencana
dengan baik agar perpustakaan menjadi berkualitas.
Menurut
UU NO. 43 Tahun 2007 tentang perpustakaan Pasal 1 ayat 8 Pustakawan adalah
seseorang yang memiliki kompetensi yang diperoleh melalui pendidikan dan /atau
pelatihan kepustakawanan serta mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk
melaksanaan pengelolaan dan pelayanan perpustakaan. Selanjutnya pada Pasal 29
ayat 3 disebutkan bahwa Tugas tenaga teknis perpustakaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat dirangkap oleh pustakawan sesuai dengan kondisi
perpustakaan yag bersangkutan. Sedangkan staf/tenaga administrasi yang ada di
perpustakaan membantu kepala perpustakaan melaksanakan tugas administrasi yang
ada diperpustakaan melaksanakan tugas administrasi perkantoran seperti bidang
kesekretariatan, keuangan, perlengkapan dan perbekalan, humas dan lain-lain.
Pustakawan
harus memiliki kompetensi, yang dimaksud kompetensi disini adalah kemampuan
dalam mengelola perpustakaan berdasarkan pengetahuan, keterampilan, sikap dan
perilaku guna mencapai kesuksesan.
Adapun
kemampuan pustakawan yang perlu dikembangkan, diantaranya:
a) Skill
Manajemen Informasi (kemampuan pustakawan dalam mencari informasi,
Membuat/Menciptakan Informasi, mengorganisasi Informasi dan berbagai/penyebaran
Informasi).
b) Skill
Interpersonal (kemampuan personal pustakawan yang berguna dalam berhubungan
dengan pemakai dan sesama rekan kerja).
c) Skill
Teknologi Informasi (Kemampuan untuk menggunakan berbagai perangkat Teknologi
Informasi untuk membantu semua proses kerja).
d) Skill
Manajemen (Kemampuan mengelola sistem administrasi perpustakaan yang baik bagi
berbagai kegiatan yang dilakukan).
Standar Kompetensi
Perpustakaan
Dalam
rumusan standar kompetensi perpustakaan yang dikeluarkan oleh badan Standar
Nasional Profesi (BNSP) Kementerian Tenaga kerja, kompetensi yang perlu
dimiliki seseorang yang bekerja diperpustakaan adalah sebagai berikut:
a)
Kompetensi
Umum
Kompetensi
umum adalah kompetensi dasar umum yang harus dimiliki oleh setiap pustakawan,
diperlukan untuk melakukan tugas-tugas perpustakaan, meliputi:
(1) Mengoperasikan
komputer tingkat dasar,
(2) Menyusun
rencana kerja perpustakaan (RKP),
(3) Membuat
laporan kerja perpustakaan (LKP).
Kompetensi
umum ini melekat dalam kompetensi inti dan khusus.
b)
Kompetensi
Inti
Kompetensi
inti adalah kompetensi dasar keahlian yang harus dimiliki oleh setiap
pustakawan dalam menjalankan tugas-tugas perpustakaan. Kompetensi inti mencakup
unit-unit kompetensi yang dibutuhkan untuk mengerjakan tugas-tugas inti dan
wajib dikuasai oleh pustakawan. Kompetensi inti meliputi:
(1) Melakukan
seleksi bahan perpustakaan,
(2) Melakukan
pengadaan bahan perpustakaan,
(3) Melakukan
pengatalogan deskriptif,
(4) Melakukan
pengatalogan subyek,
(5) Melakukan
perawatan koleksi perpustakaan,
(6) Melakukan
layanan sirkulasi,
(7) Melakukan
layanan referensi,
(8) Melakukan
penelusuran informasi sederhana,
(9) Melakukan
promosi perpustakaan,
(10)
Melakukan kegiatan
literasi informasi,
(11)
Memanfaatkan jaringan
internet layanan perpustakaan.
c)
Kompetensi
khusus
Kompetensi
khusus merupakan kompetensi tingkat lanjut yang bersifat spesifiik, meliputi:
(1) Melakukan
kajian perpustakaan,
(2) Membuat
karya tulis ilmiah,
(3) Membuat
literatur sekunder,
(4) Melakukan
pelestarian koleksi perpustakaan,
(5) Melakukan
penelusuran informasi kompleks,
(6) Merancang
tata ruang dan perabot perpustakaan.
Kompetensi
diatas dapat dimilki jika tenaga pengelola perpustakaan melakukan pengembangan
diri, ada dua bidang pengembangan yang bisa dilakukan, yakni:
1. Kualitas
pengetahuan, keterampilan dan sikap, kepribadian, perilaku. Pengembangan ini
dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a. Mengikutsertakan
dalam pendidikan formal:S1, akademi, dan diploma.
b. Pendidikan
diklat/training.
c. Kursus-kursus
(ICT Perpustakaan, Manajemen perpustakaan dll.)
d. Pendidikan
profesional
e. Pelatihan:
latihan jabatan, pra-jabatan, magang dan lain-lain.
f. Mengikutsertakan
sumber daya manusia perpustakaan dalam seminar, workshop, kongres, lokakarya
dll.
2. Kuantitas
(jumlah). Pengembangan SDM menurut jumlah mengacu pada perkembangan kebutuhan,
yakni dengan cara:
a. Menambah
jumlah pegawai, apabila terjadi perkembangan organisasi.
b. Mengurangi
jumlah pegawai, apabila terjadi perampingan struktur organisasi karena
penggabungan atau penghapusan sebagian struktur yang ada.
c. Mempertahankan
yang ada, tapi tetap dilakukan efisiensi dan efektifitas agar terjadi
penghematan waktu, tenaga, dan biaya serta sarana dan prasarana serta tetap pada
tujuan yang akan dicapai.
Pada
dasarnya upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia harus di mulai dari
komitmen yang tinggi, dan di sertai dengan peningkatan kerja kinerja individu
(karyawan yang ada di perpustakaan). Menurut Vincent Gasperz(2002:348),
karakteristik umum dari individu atau karyawan yang memiliki kinerja yang
Unggul biasanya ditandai dengan beberapa hal, yaitu:
1. Secara
terus menerus selalu mencari gagasan-gagasan dan cara penyelesaian tugas yang
lebih baik.
2. Selalu
memberikan saran-saran untuk perbaikan secara sukarela.
3. Menggunakan
waktu secara efektif dan efisien.
4. Selalu
merencanakan dengan menyertakan jadwal waktu.
5. Selalu
bersikap positif terhadap pekerjaanya.
6. Dapat
berperan sebagai anggota tim kerjasama yang baik, sebagaimana juga menjadi
pemimpin tim kerja sama yang baik
7. Dapat
memotivasi diri melalui dorongan dari dalam diri sendiri.
8. Mamiliki
pengetahuan yang baik teradap pekerjaanya serta mau menerapkannya dalam pekerjaanya
itu.
9. Mau
menerima ide-ide atau saran yang dianggap lebih baik dari orang lain.
10. Hubungan antar pribadi dengan semua tingkatan
manajemen dalam organisasi berlangsung dengan baik.
11. Sangat
menyadari dan memperdulikan masalah pemborosan dan inefisiensi dalam
pemustakaan sumber-sumber daya.
12. Mempunyai
tingkat kehadiran yang baik.
13. Seringkali
melampaui standar-standar yang telah ditetapkan.
14. Sxelalu
mampu mempelajari sesuatu hal baru dengan cepat.[4]
D.
Tujuan
peningkatan kompetensi pustakawan
1) Mengikuti
perkembangan zaman
2) Mengikuti
kemajuan dibidang iptek
3) Memenangkan
persaingan dan mengantisipasi perdagangan bebas
4) Meningkatkan
profesionalisme pustakawan
E.
Standar
Kompetensi
Standar
kompetensi adalah menyangkut norma, teknis dan pengakuan untuk melakukan jasa
profesi. Standar kompetensi akan dapat (a). Sebagai tolok ukur keberhasilan
kinerja anggota profesi; (b). Sebagai pembeda tanggung jawab profesi, misalnya
antara pekerja profesional dan non-profesional; (c). Sebagai sarana untuk
melindungi konsumen, terutama para pemakai jasa profesi. Beberapa hal yang
penting yang harus diperhatikan dalam penyusunan standar kompetensi, yaitu:
(1) Visi
dan misi lembaga;
(2) Produk
layanan yang disediakan;
(3) Konsumen
atau masyarakat yang dilayani;
(4) Sumberdaya
insani yang tersedia;
(5) Sarana
dan prasarana yang tersedia.
Standar
kompetensi dapat berperan sebagai (a). Alat pembinaan bagi anggota profesi;
(b). Alat untuk meningkatkan kualitas layanan kepada masyarakat pengguna jasa. Penyusunan
standar profesi pada hakikatnya merupakan bagian dari upaya perwujudan
pelayanan yang lebih berkualitas kepada masyarakat. Oleh sebab itu standar
kompetensi harus merupakan suatu rangkaian kegiatan yang terpadu bersifat:
(1)
Sederhana
(2)
Terbuka
(3)
Tepat
(4)
Lengkap
(5)
Wajar
(6)
Terjangkau
(7)
Aman
(8)
Adil
1)
Pengertian standar
kompetensi pustakawan
Standar kompetensi pustakawan
mengandung beberapa pengertian untuk mendapat pemahaman yang lebih jelas, di
bawah ini akan disajikan beberapa pengertian standar kompetensi sebagai
berikut:
(1) Standar
kompetensi perpustakaan adalah kriteria minimal tentang kompetensi pustakawan
Indonesia yang berlaku di di wilayah Indonesia yang berlaku di wilayah negara
kesatuan republik indonesia.
(2) Standar
kompetensi pustakawan adalah tolok ukur yang digunakan untuk acuan penilaian
kualitas pustakawan dalam bentuk formula dari komitmen atau janji pustakawan
kepada masyarakat. Dengan kata lain standar kompetensi pustakawan adalah suatu
dokumen yang berisi komitmen dan jaminan kualitas pustakawan sebagai pelayan informasi
yang terdapat berbagai jenis bahan pustaka.
2)
Tujuan standar
kompetensi pustakawan
Tujuan pembuatan standar kompetensi
pustakawan adalah sebagai berikut:
(1) Untuk
memberikan jaminan kepada masyarakat, pengelola dan pembina perpustakaan bahwa
pustakawan benar-benar telah mendapatkan kualifikasi yang telah ditentukan,
sehingga mereka dapat bekerja sebagai pustakawan yang bertugas memberikan
layanan optimal kepada masyarakat di bidang layanan bahan pustaka dan
informasi;
(2) Untuk
memberikan jaminan kepada pustakawan bahwa mereka dalam melaksanakan tugas dan
tanggung jawab profesinya telah dijamin oleh pembina dan pengelola
perpustakaan.
(3) Untuk
memberiakan jaminan kepada pustakawan bahwa pembina/pengeola perpustakaan
menjamin kebutuhan hidupnya yang bersifat primer dan esensial baik jasmani
maupun rohani.
3)
Komponen standar
kompetensi pustakawan
Standar kompetensi pustakawan terdiri
atas beberapa komponen yang menunjang profesionalisme pustakawan, antara lain
sebagai berikut:
(1) Komponen
kompetensi, meliputi:pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan yang harus
dimiliki oleh pustakwan;
(2) Komponen
tugas pokok dan fungsi (tupoksi), meliputi:tugas pokok fungsi, wewenang, dan
tanggung jawab yang diberikan kepada pustakawan;
(3) Komponen
pekerjaan, meliputi jenis dan sifat pekerjaan yang dilaksanakan oleh pustakwan;
(4) Komponen
individu, meliputi: hak-hak dan kewajiban pustakawan;
(5) Komponen
sistem, meliputi: prosedur dan mekanisme kegiatan pustakawan;
(6) Komponen
pembinaan, meliputi peningkatan mutu melalui pendidikan formal, diklat, dan
lain-lain, dan pengawasan pustakawan.
Untuk
mendapatkan standar kompetensi yang baik, komponen-komponen tersebut dapat
dikembangkan dalam beberapa kelompok, antara lain adalah sebagai berikut:
(1) Komponen
jabatan struktural/manajerial pelaksana perpustakaan;
(2) Kompetensi
jabatan yang berdasarkan fungsi kegiatan perpustakaan, meliputi:
a) Jenis
kegiatan kepustakawanan yang ditangani (pengatalog, pengindeks, penelusur,
pengelola, data bibliografi, pelayan sirkulasi, pengola desirata);
b) Jenis
perpustakaan (pustakawan pada perpustakaan sekolah, perguruan tinggi,
perpustakaan umum, perpustakaan khusus/kedinasan);
c) Bidang
kegiatan yang ditangani (perpustakaan bidang informasi teknologi, tepat guna,
kesehatan, pertanian,dll).
(3) Komponen
jabatan dan dukungan teknis perpustakaan (ahli, pemrograman, jaringan komputer,
pelestarian, penjilidan, pemasukan data, juru ketik, dan lain-lain);
(4) Kompetensi
jabatan lembaga penilain (akses lembaga akreditasi, dan atau sertifikasi
kompetensi kepustakawanan) kompetensi jabatan kepustakawanan.[5]
Seperti sudah dijelaskan diatas,
bahwasanya ada dua kelompok personil yang bekerja di perpustakaan yaitu
pustakawan dan non pustakawan. Seseorang berhak menyandang profesi pustakawan
apabila memilki kompetensi yang diperoleh melalui pendidikan dan/atau pelatihan
kepustakawanan serta mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk melaksanakan
pengelolaan dan pelayanan perpustakaan. Non pustakawan adalah sdm yang tidak
memiliki latar belakang pendidikan perpustakaan tetapi bekerja di perpustakaan.
Personil perpustakaan ini sangat
menentukan menjadi seperti apa sebuah perpustakaan. Perpustakaan yang tidak
memilki personil yang mengerti visi dan misi sebuah perpustakaan didirikan
tidak akan memilki jiwa. Kesungguhan, kreativitas, serta kemauan untuk terus
belajar dari para personil yang bekerja di perpustakaan akan menentukan
kepuasan para pemustaka.[6]
PENUTUP
a.
Simpulan
Sumber
daya manusia merupakan salah satu unsur paling penting dalam menghadapi
persaingan kerja di era globalisasi. Sumber daya manusia yang tidak berkualitas
akan tersingkir dan digantikan oleh sumber daya manusia yang berkualitas.
Profesional merupakan orang yang bekerja atau mengajarkan profesi sesuai dengan
standar kompetensi.[7]
b.
Kritik
dan saran
Penulis
menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang perlu diperbaiki, di dalama
makalah ini. Maka dari itu kami mengarapkan kritik dan saran yang bersifat
konstruktif agar dalam pembuatan karya ilmiah selanjutnya dapat lebih baik
lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Hermawan
Rachman dan Zulfikar Zen. 2006. Etika
Kepustakawanan. Jakarta:CV. Sagung Seto.
Suwatni dan Doni Juni
Priansa. 2013. Manajemen SDM.
Bandung:Alfabeta.
Herlina.
2004. pembinaan dan pengembangan perpustakaan. Palembang: Noer Fikri Offset.
Nusantari
Anita. 2012. Strategi Pengembangan
Perpustakaan. Jakarta:Prestasi Pustaka.
http://rikafatayat.blogspot.com/2013/11/standar-kompetensi-sebagai-tolok-ukur.html.
di akses pada tanggal 18/05/15 pukul 11:08 WIB.
http://sumsel.kemenag.go.id/file/dokumen/kompetisiSDM.pdf.
diunduh Pada Tanggal 18/05/15 Pukul 10:43 WIB
[1]Rachman Hermawan dan
Zulfikar Zen, 2006, Etika Kepustakawanan,
Jakarta:CV. Sagung Seto, hal (174).
[2]http://sumsel.kemenag.go.id/file/dokumen/kompetisiSDM.pdf,
diunduh Pada Tanggal 18/05/15 Pukul 10:43 WIB.
[3]Suwatni dan Doni Juni
Priansa, 2013, Manajemen SDM,
Bandung:Alfabeta.
[4]Herlina, 2004, pembinaan
dan pengembangan perpustakaan,
Palembang: Noer Fikri Offset, hal
(94-101).
[5] Rachman
Hermawan dan Zulfikar Zen, 2006, Etika
Kepustakawanan, Jakarta:CV. Sagung Seto, hal (175-185).
[6]Anita Nusantari, 2012, Strategi Pengembangan Perpustakaan,
Jakarta:Prestasi Pustaka, hal (2).
0 komentar:
Posting Komentar