KEPUSTAKAWANAN YANG ADA
DI INDONESIA
Disusun Oleh :
Mifta Hussa’adah (13422065)
Dosen Pembimbing:
Nirmala, Dra
JURUSAN ILMU PERPUSTAKAAN
FAKULTAS ADAB DAN BUDAYA ISLAM
UNIVERSITAS
ISLAM NEGRI RADEN FATAH PALEMBANG
TAHUN 2015
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Perpustakaan
merupakan pusat pengelola informasi dan memberikan layanan informasi,
pemanfaatan perpustakaan sebagai pusat sumber belajar dengan memberikan
kebebasan akses informasi. Siapa saja dapat mengakses informasi yang tersedia
di perpustakaan. Memperoleh kesempatan akses informasi merupakan hal yang
sangat penting. Akses informasi memungkinkan seseorang untuk menambah ilmu
pengetahuan, memperkaya wawasan dan memperoleh nilai tambah untuk mengembangkan
pola kehidupan.
Inilah
fungsi perpustakaan yang dapat digunakan untuk menjadikan rakyat Indonesia
menjadi individu yang berpengatahuan dan mempunyai wawasan yang luas agar mampu
meningkatkan kemakmuran, dan mengembangkan pola kehidupan, namun banyak hal
yang menjadikan perpustakaan serta kepustakwanan di Indonesia menjadi mandek
atau jalan ditempat, ini dikarenakan adanya berbagai faktor pengahambat maju dan
berkembangnya kepustakawanan di Indonesia, agar mengetahui lebih dalam mengenai
hal tersebut dapat diketahui dengan membaca materi yang akan disampaikan
didalam makalah ini.
B.
Rumusan
Masalah
Bagaimanakah
Kepustakawanan, Perpustakaan dan Pelayanan Informasi di Negara Indonesia?
C.
Tujuan
Tujuan
dibuatnya makalah ini yaitu untuk mengetahui sejauh mana perkembangan
kepustakawanan serta segala sesuatu yang berkaitan dengan permasalahannya yang
terjadi di negara Indonesia, juga memnuhi tugas dari dosen yang bersangkutan.
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
kepustakawanan
Kepustakawanan
merupakan semangat dan praktik (penghayatan) dalam melaksanakan tugas
perpustakaan yang berdasar pada teori yang ada dalam ilmu perpustakaan. Kepustakawanan
dalam pernyataan ini dimaksudkan sebagai kepustakawanan Indonesia.[1]
B.
Pengertian
perpustakaan
Perpustakaan merupakan pusat pengelola
informasi dan memberikan layanan informasi. Sebagai pengelola dan pelayanan
informasi tentunya keberadaan perpustakaan mutlak dibutuhkan.
Adapun
menurut UU No. 43 Tahun 2007 Perpustakaan merupakan Institusi pengelola karya
tulis karya cetak dan atau karya rekam secara profesional dan dengan sistem
yang baku guna memenuhi kebutuhan pendidikan, penelitian, pelestarian informasi
dan rekreasi para pemustaka.
Adapun
peranan yang dapat dijalankan oleh perpustakaan adalah antara lain:
1. Secara
umum perpustakaan merupakan sumber informasi
2. Perpustakaan
merupakan media atau jembatan
3. Perpustakaan
mempunyai peranan sebagai sarana untuk menjalin dan mengembangkan komunikasi
antara sesama pemakai, dan antara penyelenggara perpustakaan dengan masyarakat
yang dilayani
4. Perpustakaan
dapat pula berperan sebagai lembaga untuk mengembangkan minat baca
5. Perpustakaan
dapat berperan aktif sebagai fasilitator, mediator, dan motivator bagi mereka
yang ingin mencari, memanfaatkan, dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan
pengalamannya
6. Perpustakaan
merupakan agen perubahan, agen pembangunan, dan agen kebudayaan umat manusia,
sebab berbagai penemuan, sejarah, pemikiran, dan ilmu pengetahuan yang telah
ditemukan pada masa lalu, yang direkam dalam bentuk tulisan atau bentuk
tertentu yang disimpan di perpustakaan
7. Perpustakaan
berperan sebagai lembaga pendidikan nonformal bagi anggota masyarakat dan
pengunjung perpustakaan
8. Petugas
perpustakaan dapat berperan sebagai pembimbing dan memberikan konsultasi kepada
pemakai atau melakukan pendidikan pemakai (user
education), pembinaan serta menanamkan pemahaman tentang perpustakaan bagi
orang banyak.
9. Perpustakaan
berperan dalam menghimpun dan melestarikan koleksi bahan pustaka agar tetap
dalam keadaan baik semua hasil karya umat manusia yang tak ternilai harganya
10. Perpustakaan
dapat berperan sebagai ukuran (barometer) atas kemajuan masyarakat dilihat dari
intensitas kunjungan dan pemakaian perpustakaan. Secara tidak langsung,
perpustakaan yang berfungsi dan telah dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya, dapat
ikut berperan dalam mengurangi dan mencegah kenakalan remaja seperti tawuran,
penyalahgunaan obat-obat terlarang, dan tindak indisipliner (sutarmons, 2006) [2]
C.
Pelayanan
informasi
Menurut Nasution (1990: 139),
perpustakaan adalah pelayanan. Pelayanan berarti kesibukan. Bahan-bahan pustaka
harus sewaktu-waktu tersedia bagi mereka yang memerlukannya. Jelas bahwa tidak
ada perpustakaan jika tidak ada pelayanan, karena perpustakaan sebenarnya
identik dengan pelayanan. Perpustakaan didirikan tidak hanya sekedar untuk
mengumpulkan, menyiapakan dan meminjamkan buku-buku dan bahan-bahan pustaka,
akan tetapi harus memberikan pelayanan yang sifatnya lebih luas dan lebih aktif
lagi. Pelayanan yang lebih luas dan aktif maksudnya pelayanan-pelayanan
tersebut harus membutuhkan pengetahuan para pustakawan yang lebih luas, adanya
keterampilan dan keahlian dalam memepergunakan bahan-bahan atau alat-alat yang
ada dalam perpustakaan. Fungsi layanan perpustakaan tidak boleh menyimpang dari
tujuan perpustakaan itu sendiri. Perpustakaan harus dapat memberikan informasi
kepada pembaca, memberikan kesempatan kepada pembaca untuk mengadakan
penelitian, yaitu fungsi informasi. Fungsi layanan perpustakaan juga mempertemukan
pembaca dengan bahan pustaka yang mereka
perlukan.
Tujuan perpustakaan yaitu melayani pembaca
memperoleh bahan pustaka yang diperlukan
serta memberikan pelayanan kepada para pembaca agar bahan pustaka yang telah dikumpulkan dan
diolah sebaik-baiknya dapat sampai ke tangan pembaca. Bahan-bahan pustaka yang
dikumpulkan itu terutama dimaksudkan agar dapat dipakai oleh pembaca
Penerapan suatu sistem layanan di
perpustakaan adalah dimaksudkan agar proses pemberian jasa layanan dapat
berlangsung tertib, teratur dan cepat tanpa ada hambatan. Sistem layanan
perpustakaan merupakan mata rantai rangkaian kegiatan yang terdiri dari atas
beberapa unsur saling berhubungan satu sama lain. Masing-masing perpustakaan
akan memilih sistem yang paling cocok dengan pemakainya dan kesiapan petugas
dan ketersedian sarana dan prasarana. Layanan yang dapat dikembangkan oleh
perpustakaan adalah agar tercipta layanan terbaik sejauh dapat dilaksanakan,
yaitu sering disebut layanan prima yang dilaksanakan secara profesional (sutarno,
120).
D.
Kepustakawanan,
Perpustakaan dan Pelayanan Informasi di Negara Indonesia
Perkembangan
dunia kepustakawanan sangat dipengaruhi oleh perkembangan teknologi yang pusat.
Dunia kepustakawana yang dahulu manual dan bersifat konvesional, saat ini
dengan peralatan komputer dan perangkat lunak yang canggih, pekerjaan
perpustakaan menjadi automotis, inovatif, dan modern. Pada umumnya, banyak
literatur tentang kepustakawanan menyebutkan bahwa perubahan sifat pekerjaan
rutin perpustakaan adalah dari mekanis ke organis. Sifat organis yang dimaksud
dalam konteks kepustakawanan ini adalah bahwa
pekerjaan perpustakaan lebih fleksibel dan berorientasi kepada pengguna. Istilah
tidak digunakan, dan sebgai gantinya digunakan istilah humanis, sebab hakikat
perpustakaan adalah melayani masyarakat. Konsep melayani itu sendiri tidak
hanya mencaridan meyediakan informasi yang dibutuhkan pengguna, namun juga melibatkan kognisi, emosi, dan
proses interaksi.
Seperti
yang diuraikan oleh Steinerova, perkembangan fisik yang meliputi
pengorganisasian koleksi dan teknologi lebih maju daripada perkembangan manusia
. Mitos tentang perpustakaan yang hingga kini masih ada adalah bahwa
perpustakaan adalah gudang buku, dan pustakawannya disebut sebagai penjaga
gudang, yang pekerjaannya membuat klasifikasi, melabel punggung buku,
menyusunnya di rak, dan biasanya diperankan oleh sosok wanita tua, kutu buku
berkaca mata tebal, dan pengguna tidak boleh berisik didalam ruang
perpustakaan.
Dengan
munculnya teknologi informasi dan komunikasi yang serba canggih pada abad ini,
muncul mitos baru yaitu perpustakaan digital. Kita membaca e-book kapan dan dimana saja, dan gedung perpustakaan bukan lagi
gudang tempat penyimpanan buku, sebab semua koleksi akan disimpan di dalam
komputer. Komputer dengan fasilitas internet akan menggantikan perpustakaan
konvensional.
Di
Indonesia, terlihat bahwa perubahan perpustakaan dari konvensional menjadi
inovatif hanya terjadi pada tataran fisik, seperti gudang dan sarana
perpustakaan; atau pengolahan secara manual menjadi terotomasi; jika dulu
sumber informasi adalah buku dan majalah, sekarang tersedia buku dan jurnal
elektronik, CD-ROM, dan jenis elektronik lainnya. Pekerjaan pustakawan yang
dimulai dari mengolah koleksi hingga memberikan layanan kepada pengguna
perpustakaan, dilakukan secara otomatis, sesuai dengan alur yang sudah
ditentukan.
Apabila
kita perhatikan memang ada korelasi antara buku dan perpustakaan. Antara buku
dan perpustakaan terdapat kaitan yang sangat erat, baik secara etimologis,
historis, maupun fungsional. Perpustakaan bermula dari adanya koleksi buku. Secara
etimologis kata perpustakaan berasal dari kata “pustaka” yang berarti naskah
atau buku. Kata bahasa Belanda bibliotheek,
tidak lepas pula dari kata Yunani biblos
yang berarti buku. Begitu pula kata library
(Inggris), berpangkal ada kata liber
(Latin) yang berarti buku. Memang buku merupakan komponen utama dalam sebuah
perpustakaan.
Oleh
karenanya, antara perkembangan perbukuan dan perkembangan perpustakaan dalam
kehidupan suatu bangsa terdapat hubungan yang sejajar, makin maju perbukuannya
makin maju pula perpustakaannya. Meskipun perpustakaan modern banyak yang sudah
mempergunakan hasil-hasil media elektronik sebagai sarana informasi dan atau
merupakan rekaman memori manusia, namun buku masih merupakan komponen yang
dominan dalam koleksi perustakaan.
Perpustakaan
dewasa ini berkembang menjadi sebuah lembaga yang dikembangkan berdasarkan ilmu
yang mandiri dan mengemban fungsi utama sebagai pusat penyimpanan memori
(informasi) dan penyaji informasi, terutama informasi ilmu pengetahuan,
teknologi dan budaya. Dengan demikian, perpustakaan merupakan suatu institusi
yang sangat berdaya guna bagi usaha pengembangan ilmu pengetahuan peningkatan
kualitas dan martabat sumber daya manusia serta bagi pelaksanaan usaha-usaha
pembangunan nasional dalam rangka kebangkitan bangsa dan bernegara.[3]
E.
Perpustakaan
sebagai Sarana Mencerdaskan Kehidupan Bangsa
Kepustakawanan
memang berintikan sebuah profesi, yaitu pustakawan. Profesi ini memegang teguh
nilai-nilai tentang kualitas, kehormatan, dan
kebersamaan. Pustakawan bekerja berdasarkan etos kemanusiaan sebagai lawan dari kegiatan pertukangan semata. Pustakawan adalah fasilitator kelancaran arus informasi dan pelindung hak asasi manusia dalam akses ke informasi.
Pustakawan memperlancar proses transformasi dari informasi dan pengetahuan menjadi kecerdasan sosial atau social intelligence. Tanpa kepustakawanan, sebuah bangsa kehilangan potensi untuk secara bersama-sama menjadi cerdas, berpengetahuan, dan bermartabat.
kebersamaan. Pustakawan bekerja berdasarkan etos kemanusiaan sebagai lawan dari kegiatan pertukangan semata. Pustakawan adalah fasilitator kelancaran arus informasi dan pelindung hak asasi manusia dalam akses ke informasi.
Pustakawan memperlancar proses transformasi dari informasi dan pengetahuan menjadi kecerdasan sosial atau social intelligence. Tanpa kepustakawanan, sebuah bangsa kehilangan potensi untuk secara bersama-sama menjadi cerdas, berpengetahuan, dan bermartabat.
Sebagai
sebuah bangsa, Indonesia tak ingin terpuruk dan tercekik krisis yang seakan tak
ada hentinya. Indonesia memerlukan Kepustakawanan agar dapat bersama-sama
menjadi cerdas, berpengetahuan, dan bermartabat. Untuk membangun Kepustakawanan
Indonesia diperlukan kesungguhan menghadapi 15 pokok perhatian yang terkelompok
menjadi empat isu besar, yaitu:
1.
Profesionalisme pustakawan.
2.
Akuntabilitas dan kredibilitas.
3.
Pendanaan dan
4.
Standardisasi Landasan ilmu dan
pemanfaatan teknologi informasi.
1.
Profesionalisme Undang-Undang
Perpustakaan menyatakan bahwa institusi perpustakaan dipimpin oleh seorang ahli
yang berlatar belakang pendidikan ilmu perpustakaan. Ketentuan ini harus
ditegakkan dengan memastikan bahwa Kepala Perpustakaan di semua jenis
perpustakaan memang dijabat oleh orang yang tepat dan cocok.
Tantangan
dan persoalannya:
1.
Di jajaran seluruh jajaran
pemerintahan terjadi pola penempatan
Kepala Perpustakaan secara serampangan tanpa memedulikan asas ketepatan dan kecocokan. Pola ini meluas di seluruh Indonesia dan seringkali dilakukan secara sengaja.
Kepala Perpustakaan secara serampangan tanpa memedulikan asas ketepatan dan kecocokan. Pola ini meluas di seluruh Indonesia dan seringkali dilakukan secara sengaja.
2.
Di kalangan swasta terjadi
kesimpangsiuran dan kesalahpahaman
tentang fungsi Kepala Perpustakaan. Banyak Kepala Perpustakaan yang tidak dapat menjalankan tugas dan wewenangnya secara profesional dan tidak diapresiasi secara wajar.
tentang fungsi Kepala Perpustakaan. Banyak Kepala Perpustakaan yang tidak dapat menjalankan tugas dan wewenangnya secara profesional dan tidak diapresiasi secara wajar.
3.
Di sekolah-sekolah belum terdapat
kejelasan tentang fungsi dan
tugas ‘guru-pustakawan’ atau ‘pustakawan-guru’. Perpustakaan di
sekolah-sekolah sering dijalankan tanpa manajemen yang memadai antara lain karena dipimpin oleh orang yang tidak mampu, tidak tepat, dan tidak cocok sebagai Kepala Perpustakaan.
tugas ‘guru-pustakawan’ atau ‘pustakawan-guru’. Perpustakaan di
sekolah-sekolah sering dijalankan tanpa manajemen yang memadai antara lain karena dipimpin oleh orang yang tidak mampu, tidak tepat, dan tidak cocok sebagai Kepala Perpustakaan.
Ketiga persoalan
nyata di lapangan tersebut ditengarai sebagai wujud dari
persoalan yang lebih mendasar yaitu kekurangtahuan dan ketidakpedulian
tentang profesi pustakawan. Kedua hal negatif ini harus dihilangkan. Tanpa
apresiasi yang benar dan memadai tentang pustakawan maka perpustakaan-perpustakaan di Indonesia akan berjalan secara serampangan, sporadis, dan tumpang-tindih; mengurangi potensi institusi ini yang secara bersama-sama dapat bertindak sebagai pondasi bagi bangsa yang maju dan berkepribadian di bidang pengetahuan dan informasi.
persoalan yang lebih mendasar yaitu kekurangtahuan dan ketidakpedulian
tentang profesi pustakawan. Kedua hal negatif ini harus dihilangkan. Tanpa
apresiasi yang benar dan memadai tentang pustakawan maka perpustakaan-perpustakaan di Indonesia akan berjalan secara serampangan, sporadis, dan tumpang-tindih; mengurangi potensi institusi ini yang secara bersama-sama dapat bertindak sebagai pondasi bagi bangsa yang maju dan berkepribadian di bidang pengetahuan dan informasi.
2.
Akuntabilitas
dan Kredibilitas
Mengingat hakikat dasar perpustakaan
sebagai institusi yang berupaya membuka akses pengetahuan dan informasi
seluas-luasnya bagi sebanyak mungkin anggota masyarakat di Indonesia, maka adalah
wajar bahwa perpustakaan-perpustakaan yang terbuka untuk umum harus semakin
banyak tersedia di Indonesia. Sesuai yang diamanatkan Undang-Undang, untuk mewujudkan
keberadaan perpustakaan-perpustakaan seperti itu diperlukan dukungan penuh dari
Pemerintah, selain juga partisipasi dari masyarakat yang seluas mungkin. Tantangan
dan persoalannya:
1.
Selama berpuluh-puluh tahun, tidak
ada koordinasi dan visi-misi
yang jelas dalam pelaksanaan perpustakaan di Indonesia. Potensi
kepustakawanan Indonesia musnah oleh diskoordinasi, proyek-proyek pemerintah yang sporadis, perencanaan yang amburadul, dan ketiadaan kepemimpinan (leaderships). Keadaan ini bertambah parah ketika tidak ada kejelasan tentang fungsi-fungsi institusi informasi seperti arsip, perpustakaan dan dokumentasi.
yang jelas dalam pelaksanaan perpustakaan di Indonesia. Potensi
kepustakawanan Indonesia musnah oleh diskoordinasi, proyek-proyek pemerintah yang sporadis, perencanaan yang amburadul, dan ketiadaan kepemimpinan (leaderships). Keadaan ini bertambah parah ketika tidak ada kejelasan tentang fungsi-fungsi institusi informasi seperti arsip, perpustakaan dan dokumentasi.
2.
Hal serupa terjadi pada upaya
masyarakat umum untuk membantu
pengembangan kepustakawanan. Banyak niat-baik anggota masyarakat untuk ikut membangun kepustakawanan terhambat, baik oleh ketidaktahuan maupun oleh kesalahpahaman. Lebih menguwatirkan lagi, banyak niat-baik ini akhirnya tak mencapai tujuannya karena disalahgunakan untuk kepentingan popularitas sesaat, atau untuk menghabiskan dana pemerintah yang tidak diawasi oleh sebab-sebab yang sudah diurai di butir 4 di atas.
pengembangan kepustakawanan. Banyak niat-baik anggota masyarakat untuk ikut membangun kepustakawanan terhambat, baik oleh ketidaktahuan maupun oleh kesalahpahaman. Lebih menguwatirkan lagi, banyak niat-baik ini akhirnya tak mencapai tujuannya karena disalahgunakan untuk kepentingan popularitas sesaat, atau untuk menghabiskan dana pemerintah yang tidak diawasi oleh sebab-sebab yang sudah diurai di butir 4 di atas.
3.
Diskoordinasi yang sudah amat parah
dan ketiadaan fokus menyebabkan
kepustakawanan di Indonesia kehilangan kredibilitas. Perpustakaan sering
hanya dianggap gedung atau ruangan seadanya, dan dikelola secara amatiran tanpa kesinambungan. Akibatnya, perpustakaan-perpustakaan Indonesia tak dekat dengan masyarakatnya dan diabaikan pula.
kepustakawanan di Indonesia kehilangan kredibilitas. Perpustakaan sering
hanya dianggap gedung atau ruangan seadanya, dan dikelola secara amatiran tanpa kesinambungan. Akibatnya, perpustakaan-perpustakaan Indonesia tak dekat dengan masyarakatnya dan diabaikan pula.
4.
Sudah terlalu banyak ‘gerakan’ yang
dilakukan untuk mempromosikan
kepustakawanan, namun semua gerakan ini tidak tepat sasaran oleh sebab-sebab yang sudah diuraikan di atas atau dikooptasi untuk kepentingan pribadi. Ini menambah buruk citra dan menurunkan kredibilitas kepustakawanan Indonesia di mata masyarakatnya.
kepustakawanan, namun semua gerakan ini tidak tepat sasaran oleh sebab-sebab yang sudah diuraikan di atas atau dikooptasi untuk kepentingan pribadi. Ini menambah buruk citra dan menurunkan kredibilitas kepustakawanan Indonesia di mata masyarakatnya.
3.
Pendanaan dan
Standardisasi
Sesungguhnya,
berkat tekad yang bulat untuk memajukan pendidikan, bangsa Indonesia telah
berkehendak menyediakan dana untuk keperluan pendidikan. Sudah sewajarnya
kehendak ini juga tersalurkan dan terwujudkan dalam bentuk pengembangan
perpustakaan, khususnya di sekolah dan perguruan tinggi, namun juga di
masyarakat luas dalam bentuk perpustakaan untuk umum yang menunjang pendidikan
seumur hidup. Tantangan dan persoalannya:
1.
Oleh sebab-sebab yang sudah
diuraikan di butir 4 sampai 7, telah
terjadi dua hal yang amat merugikan bangsa Indonesia. Pertama, perpustakaan tak mendapat dana yang memadai oleh anggapan keliru bahwa institusi ini bukan termasuk pilar pendidikan. Kedua, dana yang ada pun tidak dimanfaatkan sebaik-baiknya sebab memang tidak dikelola dengan profesional dan akuntabel. Kedua hal ini harus dihentikan, khususnya ketika bangsa ini sudah bertekad menyediakan 20% anggaran pembangunan untuk pendidikan. Perlu ditegaskan secara lebih tersurat alokasi yang cukup dari anggaran pembangunan pendidikan.
terjadi dua hal yang amat merugikan bangsa Indonesia. Pertama, perpustakaan tak mendapat dana yang memadai oleh anggapan keliru bahwa institusi ini bukan termasuk pilar pendidikan. Kedua, dana yang ada pun tidak dimanfaatkan sebaik-baiknya sebab memang tidak dikelola dengan profesional dan akuntabel. Kedua hal ini harus dihentikan, khususnya ketika bangsa ini sudah bertekad menyediakan 20% anggaran pembangunan untuk pendidikan. Perlu ditegaskan secara lebih tersurat alokasi yang cukup dari anggaran pembangunan pendidikan.
2.
Sebagai kegiatan yang bersifat
nasional dan meluas, kepustakawanan
sesungguhnya memerlukan standar yang jelas dan terukur. Indonesia
ketinggalan amat jauh dibandingkan negara-negara lain. Banyak sekali -kalau
tidak dapat dikatakan hampir semua kegiatan perpustakaan, baik yang
dilakukan pemerintah, swasta, maupun masyarakat umum dan perorangan,
diselenggarakan tanpa standar. Kalaupun ada standar, pada umumnya standar itu dibuat untuk keperluan birokrasi dan administrasi yang kurang
memperhatikan hakikat perpustakaan sebagai institusi sosial-budaya
masyarakatnya.
sesungguhnya memerlukan standar yang jelas dan terukur. Indonesia
ketinggalan amat jauh dibandingkan negara-negara lain. Banyak sekali -kalau
tidak dapat dikatakan hampir semua kegiatan perpustakaan, baik yang
dilakukan pemerintah, swasta, maupun masyarakat umum dan perorangan,
diselenggarakan tanpa standar. Kalaupun ada standar, pada umumnya standar itu dibuat untuk keperluan birokrasi dan administrasi yang kurang
memperhatikan hakikat perpustakaan sebagai institusi sosial-budaya
masyarakatnya.
3.
Pengawasan mutu dan pembelajaan dana
di bidang perpustakaan sangat
kurang, kalau tak dapat dikatakan tiada sama sekali. Celah penyalahgunaan dana amatlah besar, baik oleh kesengajaan maupun oleh mismanagement. Secara lebih spesifik, tak ada mekanisme dan prosedur untuk mengaitkan dana perpustakaan dan mutu yang dapat dirasakan oleh masyarakatnya. Dibandingkan negara-negara lain, kepustakawanan Indonesia amat tertinggal dalam hal penjaminan mutu.
kurang, kalau tak dapat dikatakan tiada sama sekali. Celah penyalahgunaan dana amatlah besar, baik oleh kesengajaan maupun oleh mismanagement. Secara lebih spesifik, tak ada mekanisme dan prosedur untuk mengaitkan dana perpustakaan dan mutu yang dapat dirasakan oleh masyarakatnya. Dibandingkan negara-negara lain, kepustakawanan Indonesia amat tertinggal dalam hal penjaminan mutu.
4.
Landasan
Ilmu Dan Pemanfaatan Teknologi Informasi
Indonesia boleh bangga sebab
pendidikan bagi profesi pustakawan sudah hadir sejak 1954, pada masa awal
kemerdekaan. Kenyataan historis ini menunjukkan penghargaan bangsa pada
pentingnya profesi pustakawan untuk kemajuan pengetahuan. Sekarang, tak kurang dari
13 perguruan tinggi menyelenggarakan pendidikan di bidang perpustakaan baik di
tingkat diploma, sarjana, maupun magister. Namun aset yang amat besar ini
terancam tak terwujud menjadi modal karena persoalan-persoalan berikut:
1.
Para penyelenggara pendidikan
kehilangan orientasi ilmu dan terpaku
pada pengajaran hal-hal teknis. Ini ikut menyumbang pada kesalahpahaman di masyarakat tentang profesi pustakawan dan menjadi salah satu penyebab utama mengapa citra pustakawan di Indonesia sangat dilecehkan sebagai ‘tukang’ semata. Dibandingkan negara-negara lain, pendidikan Indonesia sangat kurang menghargai filsafat, ilmu, dan metodologi perpustakaan yang sudah teruji. Para penyelenggara dan pengajar jurusan ilmu perpustakaan terlalu berorientasi teknis.
pada pengajaran hal-hal teknis. Ini ikut menyumbang pada kesalahpahaman di masyarakat tentang profesi pustakawan dan menjadi salah satu penyebab utama mengapa citra pustakawan di Indonesia sangat dilecehkan sebagai ‘tukang’ semata. Dibandingkan negara-negara lain, pendidikan Indonesia sangat kurang menghargai filsafat, ilmu, dan metodologi perpustakaan yang sudah teruji. Para penyelenggara dan pengajar jurusan ilmu perpustakaan terlalu berorientasi teknis.
2.
Salah satu sebab dari orientasi yang
terlalu teknis itu adalah
ketiadaan pengakuan terhadap keabsahan Ilmu Perpustakaan yang saat ini didunia bahkan sudah berkembang menjadi Ilmu Perpustakaan dan Informasi. Di kalangan akademisi maupun penyelenggara perguruan tinggi dan penyelenggara pemerintahan di bidang ini, pemahaman dan apresiasi tentang Ilmu Perpustakaan dan Informasi amat kurang. Selalu ada hambatan untuk mengembangkan ilmu ini, antara lain karena semua pihak menganggapnya ‘bukan ilmu’.
ketiadaan pengakuan terhadap keabsahan Ilmu Perpustakaan yang saat ini didunia bahkan sudah berkembang menjadi Ilmu Perpustakaan dan Informasi. Di kalangan akademisi maupun penyelenggara perguruan tinggi dan penyelenggara pemerintahan di bidang ini, pemahaman dan apresiasi tentang Ilmu Perpustakaan dan Informasi amat kurang. Selalu ada hambatan untuk mengembangkan ilmu ini, antara lain karena semua pihak menganggapnya ‘bukan ilmu’.
3.
Penguasaan Ilmu Perpustakaan dan
Informasi sebagai lawan dari
penguasaan keahlian teknis semata diyakini dapat menjamin implementasi teknologi yang baik, benar, dan tepat guna guna membangun masyarakat informasi dan masyarakat berbasis pengetahuan. Pelecehan terhadap Ilmu Perpustakaan dan Informasi, baik oleh akademisi, penyelenggara pendidikan, maupun pemerintah, menyebabkan ketertinggalan kita dalam memanfaatkan teknologi informasi di bidang perpustakaan.
penguasaan keahlian teknis semata diyakini dapat menjamin implementasi teknologi yang baik, benar, dan tepat guna guna membangun masyarakat informasi dan masyarakat berbasis pengetahuan. Pelecehan terhadap Ilmu Perpustakaan dan Informasi, baik oleh akademisi, penyelenggara pendidikan, maupun pemerintah, menyebabkan ketertinggalan kita dalam memanfaatkan teknologi informasi di bidang perpustakaan.
4.
Penguasaan Ilmu Perpustakaan dan
Informasi diyakini dapat pula menjadi penyeimbang bagi dominasi penggunaan
teknologi informasi sebagai alat industri dan bisnis belaka. Melalui pemahaman
tentang filsafat, ilmu, dan metodologi yang benar, maka profesi pustakawan
dapat menjadi fasilitator bagi pemanfaatan teknologi informasi untuk
kepentingan Indonesia yang cerdas, berpengetahuan, dan bermartabat. Pelecehan
terhadap Ilmu Perpustakaan dan Informasi menyebabkan pustakawan kurang berperan
dalam hal ini dan akhirnya semata-mata menjadi konsumen dari alat-alat
teknologi. Pada gilirannya, pustakawan juga tak dapat membantu masyarakat
memanfaatkan teknologi informasi bagi kepentingan mereka.
5.
Untuk mewujudkan potensi pendidikan
yang menghasilkan profesionalisme di bidang perpustakaan amatlah penting
menyelaraskan kurikulum semua penyelenggara pendidikan di bidang ini. Bersamaan
dengan itu, penyelenggara pendidikan juga harus memperhatikan kondisi dan
kebutuhan sesungguhnya dengan masyarakat Indonesia, termasuk dalam menyediakan
kekhususan ilmu untuk profesi-profesi spesifik.[4]
Berdasarkan
penjelasan diatas kita dapat menarik benang merahnya bahwa di dalam memajukan
dan mengembangkan kepustakawanan di Indonesia harus adanya peran aktif dari
semua pihak agar dapat berjalannya sistem yang sebenarnya sudah baik, namun di
dalam perealisasiannya yang belum maksimal.
Peran
aktif dari berbagai pihak mulai dari pemerintah, masyarakat dan orang-orang
yang sudah ahli di alam bidang perpustakaan akan membantu berjalannya sistem
serta aturan yang sudah ditetapkan, sehingga dapat tercapainya apa yang di
inginkan oleh seluruh rakyat Indonesia, dengan menjadikan perpustakaan tolok
ukur bagi kemajuan suatu bangsa karena apabila pusat informasi ini dapat
memaksimalkan kinerjanya dalam mencerdaskan bangsa maka akan tercapai negara
Indonesia yang cerdas, berpengetahuan, dan bermartabat.
PENUTUP
A.
Simpulan
Berdasarkan
pemaparan materi makalah diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa kepustakawanan
yang ada di Indonesia masih dikatakan memprihatinkan, karena kurang berjalannya
sistem yang harusnya dapat direalisasikan namun karena berbagai faktor yang
menghambat menjadikan negara kita masih dikatakan cukup tertinggal dibandingkan
dengan negara lain. Ini menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah untuk
memecahkan permasalahan kepustakawanan di Indonesia, bukan hanya pemerintah
yang harus berperan aktif di dalam mengembangkan dan memajukan kepustakawanan
yang ada di ada di Indonsesia, melainkan semua pihak yang dapat meberikan
sumbangsinya bagi negara ini agar tercapai Indonesia yang cerdas, bermartabat
dan sejahtera di mata dunia.
B.
Kritik
dan Saran
Penulis
menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang perlu diperbaiki, di dalama
makalah ini. Maka dari itu kami mengarapkan kritik dan saran yang bersifat
konstruktif agar dalam pembuatan karya ilmiah selanjutnya dapat lebih baik
lagi.
DAFTAR
PUSTAKA
Sudarsono
Blasius. 2006. Antologi Kepustakawanan
Indonesia. Jakarta:Ikatan Pustakawan Indonesia,
Herlina.
2004. Pembinaan dan Pengembangan Perpustakaan. Palembang: Noer Fikri
Offset.
Lasa
Hs (Editor). 2008. Perpustakaan dan Kebangkitan
Bangsa. Yogyakarta:LPPI.
https://ekakusmayadi.wordpress.com/berita/tantangan-dan-permasalahan
kepustakawanan-indonesia/ Di akses pada tanggal 26/04/15 Pukul 22:48
WIB .
[1] Blasius Sudarsono, 2006, antologi kepustakawanan indonesia,
Jakarta:ikatan pustakawan indonesia, hal (115).
[3] Lasa Hs (Editor), 2008, Perpustakaan dan Kebangkitan Bangsa, Yogyakarta:LPPI. hal (35-36).
[4]https://ekakusmayadi.wordpress.com/berita/tantangan-dan-permasalahan
kepustakawanan-indonesia/ Di akses pada tanggal 26/04/15 Pukul 22:48
WIB .
Terima kasih atas informasinya
BalasHapusArtikel yang disajikan telah menerangkankan dengan baik
Semoga bermanfaat bagi pembaca website ini
print A0 A1 A2