Minggu, 23 Oktober 2016

KOMPETENSI SDM (SUMBER DAYA MANUSIA) YANG ADA DI PERPUSTAKAAN

KOMPETENSI SDM (SUMBER DAYA MANUSIA)  YANG ADA DI PERPUSTAKAAN

Description: C:\Users\admin\Pictures\uin 2.jpg

Disusun Oleh :
Mifta Hussa’adah (13422065)


Dosen Pembimbing:
Nirmala, Dra

JURUSAN ILMU PERPUSTAKAAN
FAKULTAS ADAB DAN BUDAYA ISLAM
 UNIVERSITAS ISLAM NEGRI RADEN FATAH PALEMBANG 
TAHUN 2015


PENDAHULUAN

A.                Latar Belakang
Globalisasi telah membuat pasar-pasar yang baru, produk-produk baru, pemikiran atau ide baru, kompetensi baru dan jalur pemikiran yng baru mengenai bisnis. Pada masa yang akan datang, harus disadari bahwa SDM akan membutuhkan suatu model dan proses untuk memperoleh kecakapan dalam dunia global, keefektifan dalam bekerja, dan kemampuan dalam berkompetensi.
Kompetensi yang harus dimiliki oleh SDM didalam sebuah organisasi baik bergerak dibidang profit maupun nonprofit mempunyai kriteria-kritreia tertentu dalam penentuan kompetensi SDM yang dijadikan patokan dalam perekrutan pegawai, begitu juga dengan perpustakaan yang juga harus memiliki kriteria-kriteria yang dijadikan landasan dalam perekrutan pegawai, oleh karena itu didalam makalah ini akan dijelaskan kompetensi apa saja yang harus dimiliki oleh seorang pustakawan dan pegawai/staf yang bekerja di perpustakaan.
B.                 Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan kompetensi?
2.      Apa yang harus dipersiapkan dalam perekrutan SDM?
3.      Mengapa kompetensi menjadi patokan penting didalam dunia  perpustakaan?

C.                Tujuan
Adapun tujuan dibuatnya makalah ini yaitu memberikan pengetahuan mengenai kompetensi apa saja yang harus dimiliki oleh SDM (Sumber daya Manusia) agar mampu memberikan pelayanan yang prima dan memberikan kepuasan bagi para pemustaka, serta memenuhi tugas dari dosen yang bersangkutan.

PEMBAHASAN

A.                Pengertian kompetensi dan SDM
Terdapat dua kosa kata yang terkait kompetensi yaitu kompeten dan kompetensi. Dalam Longman Dictionary of Contempory English (1995) Competence (a). the ability and skill to do what is needed, (b). the special area of knoewledge, (c). a skill is needed to do a particular job. Sedangkan kata Competent (a) having enough skill or knowledge to do something to a satisfactory standard (b). a piece work, performance, etc that is competent is satisfactory but not especially good. Kata-kata “kompetensi” bermakna kewenangan (kekuasaan) untuk menentukan (memutuskan) sesuatu. Sedangkan “kompeten” bermakna (a). Cakap (mengetahui); (b). berwenang, berkuasa, (memutuskan, menentukan sesuatu).
   Bambang Supriyo Utomo (2004), menyatakan, bahwa kompetensi adalah kemampuan, pengetahuan dan keterampilan, sikap, nilai, perilaku dan karakteristik seseorang yang diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan tertentu dengan tingkat kesuksesan secara optimal.[1]
 Di dalam kompetensi ada model yang digunakan, model kompetensi itu sendiri merupakan  suatu cara bagaimana memetakan suatu sistem pemikiran yang dapat memberi gambaran terintegrasi mengenai kompetensi, kaitannya dengan strategi manajemen SDM. Dalam konteks strategi manajemen SDM tersebut terdapat beberapa unsur terkait yakni:
a. Sistem rekruitmen dan seleksi,
b. Penempatan dan rencana suksesi,
c. Pengembangan karier,
d. Kompensasi.


a.                   Sistem rekruitmen dan seleksi
Sistem rekrutmen yang berbasis kompetensi biasanya memusatkan pada metode seleksi yang dapat digunakan untuk memilih sejumlah calon dari populasi pelamar yang cukup besar secara cepat dan efisien. Seleksi dalam proses rekrutmen memerlukan tantangan yang khusus, seperti menseleksi dari jumlah pelamar dalam kurun waktu yang pendek. Oleh karena itu sistem rekrutmen yang berbasis kompetensi perlu menekankan kepada usaha mengindetifikasikan tiga kompetensi yang memenuhi kriteria seperti :
1.      Kompetensi yang telah dikembangkan dan diperlihatkan oleh pelamar dalam suatu pekerjaan (misalnya : inisiatif)
2.      Kompetensi yang dapat memprediksi prospek keberhasilan calon pegawai jangka panjang dan kompetensi tersebut sulit dikembangkan melalui training atau pengalaman kerja (misalnya : Motivasi berprestasi)
3.      Kompetensi yang dapat dipercaya dengan menggunakan wawancara perilaku yang singkat dan tertentu. Misalnya, jika kolaborasi tim leadership merupakan kompetensi yang diinginkan, para pewancara dapat meminta calon menunjukkan kompetensi tersebut.
b.                  Penempatan dan rencana suksesi
Penetapan dan rencana suksesi berbasis kompetensi memusatkan kepada usaha identifikasi calon yang dapat memberikan nilai tambah pada suatu pekerjaan organisasi. Oleh karena itu, sistem seleksi dan penetapan harus menekankan kepada identifikasi kompetensi yang paling dibutuhkan bagi kepentingan suatu pekerjaan tertentu. Usaha yaqng dilakukan adalah mengunakan sebanyak mungkin sumber informasi tentang calon sehingga dapat ditentukan apakah calon memiliki kompetensi yang dibutuhkan. Metode penilaian atas calon yang dapat dilakukan melalui berbagai cara seperti wawancara perilaku (behavioral event review) tes, simulasi lewat assesment centers, menelaah laporan evaluasi kinerja atas penilaian atasan, teman sejawat dan bawahan, calon pegawai direkomendasikan untuk promosi atau ditetapkan pada suatu pekerjaan berdasarkan atas rangking dari total bobot skor berdasarkan kriteria kompetensi.

c.                   Pengembangan Karier
Kebutuhan kompetensi untuk pengembangan dan jalur karier akan menentukan dasar untuk pengembangan karyawan. Karyawan yang dinilai lemah pada aspek kompetensi tertentu dapat diarahkan untuk kegiatan pengembangan kompetensi tertentu sehingga diharapkan dapat memperbaiki kinerjanya. Beberapa pilihan pengembangan kompetensi termasuk pengalaman ássessment center”, lembaga-lembaga training, pemberian tugas-tugas pengembangan, mentor dan sebagainya. Proses perolehan kompetensi (competency acquisition process) telah dikembangkan untuk meningkatkan tingkat kompetensi yang meliputi:
1.      Recognition; suatu simulasi atau studi kasus yang memberikan kesempatan peserta untuk mengenali satu atau lebih kompetensi yang dapat memprediksi individu berkinerja tinggi di dalam pekerjaannya sehingga seseorang dapat belajar dari pengalaman simulasi tersebut.
2.      Understanding; instruksi khusus termasuk modelling perilaku tentang apa itu kompetensi dan bagaimana penerapan kompetensi tersebut.
3.      Assessment; umpan balik kepada peserta tentang berapa banyak kompetensi yang dimiliki peserta (membandingkan skor peserta) .Cara ini dapat memotivasi peserta mempelajari kompetensi sehingga mereka sadar adanya gap antara kinerja yang aktual dan kinerja yang ideal.
4.      Feedback; suatu latihan dimana peserta dapat mempraktekkan kompetensi dan memperoleh umpan balik bagaimana peserta dapat melaksanakan pekerjaan tertentu dibanding dengan seseorang yang berkinerja tinggi.
5.      Job Application; peserta menetapkan tujuan dan mengembangkan tindakan yang spesifik agar dapat menggunakan kompetensi di dalam kehidupan nyata.
d.                  Kompensasi untuk Kompetensi dan Manajemen Kinerja
Sistem kompensasi yang didasarkan pada keahlian secara ekplisit mengkaitkan reward terhadap pengembangan keahlian. Cara ini sangat tepat untuk dilakukan apabila karyawan tidak memiliki kontrol terhadap hasil-hasil kinerjanya Efektifitas evaluasi kinerja tergantung pada ketepatan penggunaan masing-masing bentuk data yang ditentukan sebagai sasaran suatu sistem dan tingkat pengawasan atas kinerja karyawan untuk masing-masing variabel yang dinilai. Data hasil kinerja biasanya digunakan untuk keputusan pemberian reward”. Jika karyawan mempunyai pengawasan yang bersifat individual atas hasil suatu pekerjaan (misalnya, dalam kerja tim), maka reward hanya akan didasarkan atas hasil tersebut. Hasil pekerjaan tersebut tentunya dapat mengakibatkan demotivasi bagi individu yang berkinerja tinggi. Dalam hal ini beberapa porsi “reward” harus didasarkan atas “job behavior”. Data job behavior biasanya digunakan untuk keputusan pengembangan skill individu. Misalnya, bagaimana evaluasi terhadap kinerja manajer Y menunjukkan adanya kelemahan dalam aspek Motivator , maka orang tersebut dapat disarankan untuk mengikuti pelatihan Achievement Motivation Training (AMT) untuk mengembangkan keahliannya.[2]

B.                 Kompetensi  profesional SDM global
Masalah utama yang dianggap sebagai isu bisnis yang berkaitan dengan SDM Menurut Schuler (Lina Anatan dan Lena Ellitan, 2007:3) antara lain mengelola SDM untuk menciptakan kemampuan (kompetensi) SDM, mengelola diversitas tenaga kerja untuk meraih keunggulan kompetitif, mengelola SDM untuk menghadapi globalisasi. Untuk meningkatkan kompetensi SDM dalam proses tranformasi  dilakukan aktifitas pengembangan yang berhubungan dengan peran utama manajer SDM yang baru, yaitu:sebagai seorang bisnis, pembentuk perubahan, konsultan bagi organisasi atau mitra kerja, perumus dan pengimplementasi strategi, manajer bakat, minat, dan kepemimpinan, dan sebagai manajer aset dan pengendalian biaya.
Tugas utama manajer dalam kondisi  tersebut adalah mengarahkan dan mengatur program pelatihan, pendidikan dan pengembangan SDM perlu diterapkan dalam perusahaan untuk meningkatkan kompetensi SDM yang ada.
Kompetensi global yang harus dimiliki untuk ekspartiat disajikan sebagai berikut:
1.                  Keahlian berbahasa
Keahliaan berbahasa merupakan syarat penting bagi seorang karyawan untuk bekerja dilingkungan global. Minimal bahasa yang harus dikuasai adalah bahasa inggris. Dengan kemampuan berbahasa yang baik dan dimengerti, akan terjadi proses komunikasi yang efektif, sehingga akan menghindari  kesalahpahaman. Dengan pemahaman yang baik maka seluruh pekerjaan yang didelegasikan akan mudah dipahamai, dan karyawan tersebut akan mudah bekerja dan beradaptasi dengan demikian, kinerja dalam pekerjaan yang dilakukannya akan tinggi.
2.                  Intelegensi sosial
Kecerdasan sosial diperlukan agar kita mudah untuk berbaur dan bersosialisasi dengan SDM yang lain yang mungkin berbeda dengan kita. Dengan kecerdasan sosial yang baik, maka seorang pekerja akan mampu melakukan proses berpikir logis dan pengembalian keputusan yang baik dalam menempatkan dirinya dimasyarakat. Dengan kecerdasan sosial yang baik, maka setiap karyawan yang mudah mempelajari budaya dan nilai-nilai SDM multikultural yang ada.
3.                  Kemampuan untuk menghadapi konflik
Kemampuan untuk menghadapi konflik untuk menghasilkan karyawan yang tangguh. Karena tidak tertutup kemungkinan, akan selalu terjadi suatu konflik apabila pekerjaan yang ada dalam perusahaan, merupakan karyawan multikultural yang memang memiliki budaya dan nila-nilai yang berbeda. Disinilah kemampuan menghadapi konflik menjadi sangat penting.
4.                  Fleksibilitas
Akan memudahkan karyawan untuk berbaur dengan lingkungan, baru dengan budaya nilai baru yang dianut. Sehingga memudahkan karyawan untuk berbaur dengan karyawan yang lainnya. Fleksibelitas akan menentukan pula sejauh mana seseorang karyawan akan mampu menempatkan dirinya ditengah SDM  multikultural yang ada.

5.                  Stabilitas emosi dan adaptabilitas
Stabilitas emosi yang baik akan menentukan tingkat adaptabilitas karyawan. Dengan stabilitas yang baik, maka SDM multikultural akan mudah untuk berpikir menghasilkan yang baik pula. Selain itu stabilitas emosi dan adaptabilitas yang baik akan menentukan kualitas pergaulan SDM multikultural yang ada.
6.                  Kemampuan untuk mendengarkan dengan baik
Kemampuan mendengarkan yang baik, merupakan salah satu dasar pergaulan yang baik. Dengan kemampuan mendengar yang baik maka, setiap karyawan akan mampu bertindak sesuai dengan pertimbangan yang baik. Kemampuan ini juga akan menjadikan tingkat sensitivitas di antara SDM multikultural meningkat. 
7.                  Sensitivitas
Sensitivitas merupakan salah satu unsur yang paling penting, karena akan mempermudah pemahaman dan adaptasi dengan lingkungan kerja baru yang mungkin sebelumnya belum pernah dialami.
8.                  Perbedaan nilai
Perbedaan nilai yang dianut akan menimbulkan potensi konflik apabila tidak diatasi dengan sistematis dan cermat. Untuk itu, dibutuhkan kemampuan dan keterampilan dalam mengelola isu perbedaan nilai yang dimiliki SDM multikultural.
9.                  Kemampuan untuk mengerti komunikasi non verbal
Komunikasi non verbal akan mempermudah terjadinya tranformasi informasi antara SDM multikultural. Untuk itu, kemampuan ini perlu dikelola dengan baik, untuk memudahkan arus komunikasi dalam perusahaan.
10.              Kesadaran lintas budaya
Setiap negara memiliki budaya dan nilai yang berbeda. Budaya atau nilai yang dianut oleh seorang karyawan di negara tertentu, mungkin merupakan budaya yang dijauhi di negara lain. Untuk itu, kesadaran lintas budaya menjadi penting untuk dipahami oleh seorang karyawan, karena dengan pemahaman itulah, seorang karyawan akan mudah untuk beradapatasi.[3]

C.           Kompetensi SDM  yang Ada di Perpustakaan
Perpustakaan merupakan sebuah lembaga yang bergerak dalam bidang jasa dan informasi, dalam menjalankan fungsinya harus didukung oleh sumber daya manusia yang profesional dan memadai. Sumber daya manusia yang adapun menjadi tolok ukur keberhasilan suatu perpustakaan dalam menjalankan visi dan misinya. Sumber daya manusia yang merupakan tenaga perpustakaan terdiri dari Pustakawan, tenaga teknis perpustakaan dan staf/tenaga admisnistrasi harus dilakukan pembinaan baik mereka yang berada dilingkungan pemerintahan (pegawai negeri sipil) atau swasta (pegawai swasta).
Keberhasilan suatu perpustakaan diukur berdasarkan tinggi rendahnya kemampuan perpustakaan tersebut dalam melaksanakan fungsinya dengan baik. Untuk keberhasilannya, perpustakaan perlu dikelola oleh sejumlah tenaga pustakawan terdidik terampil dan penuh pengertian tentang kebutuhan masyarakat baik material maupun spiritual serta memiliki jiwa pengabdian yang tinggi.
Dengan demikian di dalam suatu sistem pendidikan nasional yang berkesinambungan seumur hidup, perpustakaan berperan secara tepat guna dan berdaya guna sebagai suatu lembaga pendidikan dan non-formal dan sebagai sarana penunjang pendidikan formal. 
Sumber daya manusia di perpustakaan merupakan salah satu faktor atau pilar yang sangat penting. Oleh karena itu harus selalu dibina dan dikembangkan sesuai dengan kebutuhan. Pembinaan dan pengembangan sumber daya manusia (human resources) di perpustakaan harus dilakukan secara terencana dengan baik agar perpustakaan menjadi berkualitas.
Menurut UU NO. 43 Tahun 2007 tentang perpustakaan Pasal 1 ayat 8 Pustakawan adalah seseorang yang memiliki kompetensi yang diperoleh melalui pendidikan dan /atau pelatihan kepustakawanan serta mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk melaksanaan pengelolaan dan pelayanan perpustakaan. Selanjutnya pada Pasal 29 ayat 3 disebutkan bahwa Tugas tenaga teknis perpustakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dirangkap oleh pustakawan sesuai dengan kondisi perpustakaan yag bersangkutan. Sedangkan staf/tenaga administrasi yang ada di perpustakaan membantu kepala perpustakaan melaksanakan tugas administrasi yang ada diperpustakaan melaksanakan tugas administrasi perkantoran seperti bidang kesekretariatan, keuangan, perlengkapan dan perbekalan, humas dan lain-lain.
Pustakawan harus memiliki kompetensi, yang dimaksud kompetensi disini adalah kemampuan dalam mengelola perpustakaan berdasarkan pengetahuan, keterampilan, sikap dan perilaku guna mencapai kesuksesan.
Adapun kemampuan pustakawan yang perlu dikembangkan, diantaranya:
a)      Skill Manajemen Informasi (kemampuan pustakawan dalam mencari informasi, Membuat/Menciptakan Informasi, mengorganisasi Informasi dan berbagai/penyebaran Informasi).
b)      Skill Interpersonal (kemampuan personal pustakawan yang berguna dalam berhubungan dengan pemakai dan sesama rekan kerja).
c)      Skill Teknologi Informasi (Kemampuan untuk menggunakan berbagai perangkat Teknologi Informasi untuk membantu semua proses kerja).
d)     Skill Manajemen (Kemampuan mengelola sistem administrasi perpustakaan yang baik bagi berbagai kegiatan yang dilakukan).
Standar Kompetensi Perpustakaan
Dalam rumusan standar kompetensi perpustakaan yang dikeluarkan oleh badan Standar Nasional Profesi (BNSP) Kementerian Tenaga kerja, kompetensi yang perlu dimiliki seseorang yang bekerja diperpustakaan adalah sebagai berikut:
a)      Kompetensi Umum
Kompetensi umum adalah kompetensi dasar umum yang harus dimiliki oleh setiap pustakawan, diperlukan untuk melakukan tugas-tugas perpustakaan, meliputi:
(1)   Mengoperasikan komputer tingkat dasar,
(2)   Menyusun rencana kerja perpustakaan (RKP),
(3)   Membuat laporan kerja perpustakaan (LKP).
Kompetensi umum ini melekat dalam kompetensi inti dan khusus.
b)     Kompetensi Inti
Kompetensi inti adalah kompetensi dasar keahlian yang harus dimiliki oleh setiap pustakawan dalam menjalankan tugas-tugas perpustakaan. Kompetensi inti mencakup unit-unit kompetensi yang dibutuhkan untuk mengerjakan tugas-tugas inti dan wajib dikuasai oleh pustakawan. Kompetensi inti meliputi:
(1)   Melakukan seleksi bahan perpustakaan,
(2)   Melakukan pengadaan bahan perpustakaan,
(3)   Melakukan pengatalogan deskriptif,
(4)   Melakukan pengatalogan subyek,
(5)   Melakukan perawatan koleksi perpustakaan,
(6)   Melakukan layanan sirkulasi,
(7)   Melakukan layanan referensi,
(8)   Melakukan penelusuran informasi sederhana,
(9)   Melakukan promosi perpustakaan,
(10)            Melakukan kegiatan literasi informasi,
(11)           Memanfaatkan jaringan internet layanan perpustakaan.

c)      Kompetensi khusus
Kompetensi khusus merupakan kompetensi tingkat lanjut yang bersifat spesifiik, meliputi:
(1)   Melakukan kajian perpustakaan,
(2)   Membuat karya tulis ilmiah,
(3)   Membuat literatur sekunder,
(4)   Melakukan pelestarian koleksi perpustakaan,
(5)   Melakukan penelusuran informasi kompleks,
(6)   Merancang tata ruang dan perabot perpustakaan.
Kompetensi diatas dapat dimilki jika tenaga pengelola perpustakaan melakukan pengembangan diri, ada dua bidang pengembangan yang bisa dilakukan, yakni:
1.      Kualitas pengetahuan, keterampilan dan sikap, kepribadian, perilaku. Pengembangan ini dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a.       Mengikutsertakan dalam pendidikan formal:S1, akademi, dan diploma.
b.      Pendidikan diklat/training.
c.       Kursus-kursus (ICT Perpustakaan, Manajemen perpustakaan dll.)
d.      Pendidikan profesional
e.       Pelatihan: latihan jabatan, pra-jabatan, magang dan lain-lain.
f.       Mengikutsertakan sumber daya manusia perpustakaan dalam seminar, workshop, kongres, lokakarya dll.
2.      Kuantitas (jumlah). Pengembangan SDM menurut jumlah mengacu pada perkembangan kebutuhan, yakni dengan cara:
a.       Menambah jumlah pegawai, apabila terjadi perkembangan organisasi.
b.      Mengurangi jumlah pegawai, apabila terjadi perampingan struktur organisasi karena penggabungan atau penghapusan sebagian struktur yang ada.
c.       Mempertahankan yang ada, tapi tetap dilakukan efisiensi dan efektifitas agar terjadi penghematan waktu, tenaga, dan biaya serta sarana dan prasarana serta tetap pada tujuan yang akan dicapai.
Pada dasarnya upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia harus di mulai dari komitmen yang tinggi, dan di sertai dengan peningkatan kerja kinerja individu (karyawan yang ada di perpustakaan). Menurut Vincent Gasperz(2002:348), karakteristik umum dari individu atau karyawan yang memiliki kinerja yang Unggul biasanya ditandai dengan beberapa hal, yaitu:
1.      Secara terus menerus selalu mencari gagasan-gagasan dan cara penyelesaian tugas yang lebih baik.
2.      Selalu memberikan saran-saran untuk perbaikan secara sukarela.
3.      Menggunakan waktu secara efektif dan efisien.
4.      Selalu merencanakan dengan menyertakan jadwal waktu.
5.      Selalu bersikap positif terhadap pekerjaanya.
6.      Dapat berperan sebagai anggota tim kerjasama yang baik, sebagaimana juga menjadi pemimpin tim kerja sama yang baik
7.      Dapat memotivasi diri melalui dorongan dari dalam diri sendiri.
8.      Mamiliki pengetahuan yang baik teradap pekerjaanya serta mau menerapkannya dalam pekerjaanya itu.
9.      Mau menerima ide-ide atau saran yang dianggap lebih baik dari orang lain.
10.   Hubungan antar pribadi dengan semua tingkatan manajemen dalam organisasi berlangsung dengan baik.
11.  Sangat menyadari dan memperdulikan masalah pemborosan dan inefisiensi dalam pemustakaan sumber-sumber daya.
12.  Mempunyai tingkat kehadiran yang baik.
13.  Seringkali melampaui standar-standar yang telah ditetapkan.
14.  Sxelalu mampu mempelajari sesuatu hal baru dengan cepat.[4]

D.           Tujuan peningkatan kompetensi pustakawan
1)      Mengikuti perkembangan zaman
2)      Mengikuti kemajuan dibidang iptek
3)      Memenangkan persaingan dan mengantisipasi perdagangan bebas
4)      Meningkatkan profesionalisme pustakawan

E.            Standar Kompetensi
Standar kompetensi adalah menyangkut norma, teknis dan pengakuan untuk melakukan jasa profesi. Standar kompetensi akan dapat (a). Sebagai tolok ukur keberhasilan kinerja anggota profesi; (b). Sebagai pembeda tanggung jawab profesi, misalnya antara pekerja profesional dan non-profesional; (c). Sebagai sarana untuk melindungi konsumen, terutama para pemakai jasa profesi. Beberapa hal yang penting yang harus diperhatikan dalam penyusunan standar kompetensi, yaitu:
(1)   Visi dan misi lembaga;
(2)   Produk layanan yang disediakan;
(3)   Konsumen atau masyarakat yang dilayani;
(4)   Sumberdaya insani yang tersedia;
(5)   Sarana dan prasarana yang tersedia.
Standar kompetensi dapat berperan sebagai (a). Alat pembinaan bagi anggota profesi; (b). Alat untuk meningkatkan kualitas layanan kepada masyarakat pengguna jasa. Penyusunan standar profesi pada hakikatnya merupakan bagian dari upaya perwujudan pelayanan yang lebih berkualitas kepada masyarakat. Oleh sebab itu standar kompetensi harus merupakan suatu rangkaian kegiatan yang terpadu bersifat:
(1)          Sederhana
(2)          Terbuka
(3)          Tepat
(4)          Lengkap
(5)          Wajar
(6)          Terjangkau
(7)          Aman
(8)          Adil
1)             Pengertian standar kompetensi pustakawan
            Standar kompetensi pustakawan mengandung beberapa pengertian untuk mendapat pemahaman yang lebih jelas, di bawah ini akan disajikan beberapa pengertian standar kompetensi sebagai berikut:
(1)   Standar kompetensi perpustakaan adalah kriteria minimal tentang kompetensi pustakawan Indonesia yang berlaku di di wilayah Indonesia yang berlaku di wilayah negara kesatuan republik indonesia.
(2)   Standar kompetensi pustakawan adalah tolok ukur yang digunakan untuk acuan penilaian kualitas pustakawan dalam bentuk formula dari komitmen atau janji pustakawan kepada masyarakat. Dengan kata lain standar kompetensi pustakawan adalah suatu dokumen yang berisi komitmen dan jaminan kualitas pustakawan sebagai pelayan informasi yang terdapat berbagai jenis bahan pustaka.
2)             Tujuan standar kompetensi pustakawan
Tujuan pembuatan standar kompetensi pustakawan adalah sebagai berikut:
(1)   Untuk memberikan jaminan kepada masyarakat, pengelola dan pembina perpustakaan bahwa pustakawan benar-benar telah mendapatkan kualifikasi yang telah ditentukan, sehingga mereka dapat bekerja sebagai pustakawan yang bertugas memberikan layanan optimal kepada masyarakat di bidang layanan bahan pustaka dan informasi;
(2)   Untuk memberikan jaminan kepada pustakawan bahwa mereka dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab profesinya telah dijamin oleh pembina dan pengelola perpustakaan.
(3)   Untuk memberiakan jaminan kepada pustakawan bahwa pembina/pengeola perpustakaan menjamin kebutuhan hidupnya yang bersifat primer dan esensial baik jasmani maupun rohani.   
3)                  Komponen standar kompetensi pustakawan
Standar kompetensi pustakawan terdiri atas beberapa komponen yang menunjang profesionalisme pustakawan, antara lain sebagai berikut:
(1)   Komponen kompetensi, meliputi:pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan yang harus dimiliki oleh pustakwan;
(2)   Komponen tugas pokok dan fungsi (tupoksi), meliputi:tugas pokok fungsi, wewenang, dan tanggung jawab yang diberikan kepada pustakawan;
(3)   Komponen pekerjaan, meliputi jenis dan sifat pekerjaan yang dilaksanakan oleh pustakwan;
(4)   Komponen individu, meliputi: hak-hak dan kewajiban pustakawan;
(5)   Komponen sistem, meliputi: prosedur dan mekanisme kegiatan pustakawan;
(6)   Komponen pembinaan, meliputi peningkatan mutu melalui pendidikan formal, diklat, dan lain-lain, dan pengawasan pustakawan.
Untuk mendapatkan standar kompetensi yang baik, komponen-komponen tersebut dapat dikembangkan dalam beberapa kelompok, antara lain adalah sebagai berikut:
(1)   Komponen jabatan struktural/manajerial pelaksana perpustakaan;
(2)   Kompetensi jabatan yang berdasarkan fungsi kegiatan perpustakaan, meliputi:
a)      Jenis kegiatan kepustakawanan yang ditangani (pengatalog, pengindeks, penelusur, pengelola, data bibliografi, pelayan sirkulasi, pengola desirata);
b)      Jenis perpustakaan (pustakawan pada perpustakaan sekolah, perguruan tinggi, perpustakaan umum, perpustakaan khusus/kedinasan);
c)      Bidang kegiatan yang ditangani (perpustakaan bidang informasi teknologi, tepat guna, kesehatan, pertanian,dll).
(3)   Komponen jabatan dan dukungan teknis perpustakaan (ahli, pemrograman, jaringan komputer, pelestarian, penjilidan, pemasukan data, juru ketik, dan lain-lain);
(4)   Kompetensi jabatan lembaga penilain (akses lembaga akreditasi, dan atau sertifikasi kompetensi kepustakawanan) kompetensi jabatan kepustakawanan.[5]

Seperti sudah dijelaskan diatas, bahwasanya ada dua kelompok personil yang bekerja di perpustakaan yaitu pustakawan dan non pustakawan. Seseorang berhak menyandang profesi pustakawan apabila memilki kompetensi yang diperoleh melalui pendidikan dan/atau pelatihan kepustakawanan serta mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk melaksanakan pengelolaan dan pelayanan perpustakaan. Non pustakawan adalah sdm yang tidak memiliki latar belakang pendidikan perpustakaan tetapi bekerja di perpustakaan.
Personil perpustakaan ini sangat menentukan menjadi seperti apa sebuah perpustakaan. Perpustakaan yang tidak memilki personil yang mengerti visi dan misi sebuah perpustakaan didirikan tidak akan memilki jiwa. Kesungguhan, kreativitas, serta kemauan untuk terus belajar dari para personil yang bekerja di perpustakaan akan menentukan kepuasan para pemustaka.[6]












                                    PENUTUP

a.                  Simpulan
Sumber daya manusia merupakan salah satu unsur paling penting dalam menghadapi persaingan kerja di era globalisasi. Sumber daya manusia yang tidak berkualitas akan tersingkir dan digantikan oleh sumber daya manusia yang berkualitas. Profesional merupakan orang yang bekerja atau mengajarkan profesi sesuai dengan standar kompetensi.[7]

b.                  Kritik dan saran
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang perlu diperbaiki, di dalama makalah ini. Maka dari itu kami mengarapkan kritik dan saran yang bersifat konstruktif agar dalam pembuatan karya ilmiah selanjutnya dapat lebih baik lagi.













DAFTAR PUSTAKA



Hermawan Rachman dan Zulfikar Zen. 2006. Etika Kepustakawanan. Jakarta:CV. Sagung Seto.
Suwatni dan Doni Juni Priansa. 2013. Manajemen SDM. Bandung:Alfabeta.
Herlina. 2004.  pembinaan dan pengembangan perpustakaan.  Palembang: Noer Fikri Offset.
Nusantari Anita. 2012. Strategi Pengembangan Perpustakaan. Jakarta:Prestasi Pustaka. 
http://sumsel.kemenag.go.id/file/dokumen/kompetisiSDM.pdf. diunduh Pada Tanggal 18/05/15 Pukul 10:43 WIB




[1]Rachman Hermawan dan Zulfikar Zen, 2006, Etika Kepustakawanan, Jakarta:CV. Sagung Seto, hal (174).
[2]http://sumsel.kemenag.go.id/file/dokumen/kompetisiSDM.pdf, diunduh Pada Tanggal 18/05/15 Pukul 10:43 WIB.

[3]Suwatni dan Doni Juni Priansa, 2013, Manajemen SDM, Bandung:Alfabeta.
[4]Herlina, 2004,  pembinaan dan pengembangan perpustakaan,  Palembang: Noer Fikri Offset,  hal (94-101).
[5] Rachman Hermawan dan Zulfikar Zen, 2006, Etika Kepustakawanan, Jakarta:CV. Sagung Seto, hal (175-185).
[6]Anita Nusantari, 2012, Strategi Pengembangan Perpustakaan, Jakarta:Prestasi Pustaka, hal (2). 

0 komentar:

Posting Komentar